Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία – (dēmokratía) “kekuasaan rakyat”, yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos) “rakyat” dan κράτος (Kratos) “kekuasaan”.
Deliberatif berasal dari kata deliberation, atau deliberatio dalam Bahasa Latin, yang artinya musyawarah, omong-omong, berunding, memberikan nasihat satu sama yang lain, berbincang-bincang, dan menimbang-nimbang.
Demokrasi deliberatif, sesuai dengan penggabungan kedua kata di atas, adalah pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, yang dilakukan secara musyawarah dan penuh pertimbangan. Konsentrasi demokrasi deliberatif adalah agar individu dari berbagai level status dapat berkomunikasi dan berpartisipasi secara aktif dalam pengambilan keputusan publik, agar suatu keputusan yang dihasilkan merupakan hasil komunikasi bersama.
“There is a growing concern that modern democracy is in danger because citizens lack interest in politics and are little informed of political affairs and important policy issues” (Delli Carpini & Keeter, 1996; Kinder, 2002; Putnam, 2000)
Akhir-akhir ini timbul kekhawatiran bahwa demokrasi modern berada dalam bahaya akibat kurangnya minat warga terhadap politik dan kurangnya informasi tentang urusan politik dan isu-isu kebijakan penting. Deliberasi dipercaya dapat meningkatkan pengetahuan partisipannya tentang politik, meningkatkan efikasi politik, dan meningkatkan partisipasi politik dari masyarakat. Memang, deliberasi bukan satu-satunya jalan keluar dalam menghidupkan kembali demokrasi negara, namun deliberasi dapat meningkatkan motivasi dan minat masyarakat untuk ikut terlibat dalam urusan politik.
Seiring berkembangnya teknologi, internet semakin luas dipergunakan. Tidak hanya untuk mencari hiburan, namun juga untuk mencari informasi dan wadah promosi. Selain itu, banyak juga forum-forum atau blog-blog tempat orang dapat bertukar opini secara bebas untuk menyuarakan pendapat mereka. Karena begitu seringnya dan luasnya internet dipergunakan, timbullah pertanyaan : Apakah demokrasi deliberatif secara online dapat menimbulkan efek seperti demokrasi deliberatif secara tatap muka ?
Deliberasi Tatap Muka ( Face-to-face Deliberation)
Efek deliberasi sebenarnya didasarkan dengan pemikiran logis yang sederhana, bahwa semakin banyak seseorang belajar, berpikir, dan berbicara tentang suatu hal, semakin tinggi kepercayaan diri mereka dalam menangani hal tersebut. Dan dalam deliberasi tatap muka, seseorang dapat mengekspresikan pendapat mereka secara verbal dan non verbal, sehingga apa yang ingin mereka utarakan dapat tersampaikan dengan baik.
Penelitian sosial psikologis dalam kelompok kecil menemukan bahwa musyawarah terkadang terpengaruh oleh pandangan mayoritas (Myers & Lamm, 1976; Schkade, Sunstein, & Kahneman, 2000), memelihara konflik rasial (Mendelberg & Oleske, 2000), menghasilkan kompetisi daripada kerjasana (Young, 2000), menyebabkan polarisasi pendapat (Mendelberg, 2002), dan bias terhadap Afrika Amerika (Sanders, 1997).
Namun, hal tersebut dibantah oleh Delli Carpini, Cook, dan Jacobs (2004) yang telah mengobservasi dan mendapatkan hasil bahwa positif atau negatifnya hasil deliberasi tergantung oleh situasinya. Justru dengan deliberasi, orang-orang dapat merasakan perasaan “setara” dan dapat mengutarakan pendapat mereka sekaligus menghargai pendapat orang lain. Mereka juga dapat memperluas pengetahuan emreka karena orang lain bisa saja memberikan pendapat dari sudut pandang yang lain. Hasilnya, bisa terjadi komunikasi yang efektif dan pertukaran informasi, partisipasi yang aktif, dan keputusan bisa diambil.
Deliberasi Online (Online Deliberation)
Deliberasi online pada awalnya memicu banyak argumentasi di kalangan ahli. Misalnya saja, deliberasi online bertentangan dengan teori keberadaan sosial (Short, Williams, & Christie, 197) yang menegaskan bahwa komunikasi dapat dikatakan paling efektif saat disertai isyarat-isyarat non verbal. Hal ini tidak ada pada deliberasi online, karena deliberasi online hanya berbasis teks.
Dari perspektif yang agak berbeda, teori identitas sosial / deindividuation (SIDE) mengatakan bahwa deliberasi online cenderung mudah terpolarisasi karena adanya diskriminasi in-group dengan out-group. (Lea & Spears, 1991; Postmes, Spears, & Lea, 1998;Spears & Lea , 1992)
Banyak dari partisipan deliberasi online yang justru mengutarakan pendapat dengan menutupi identitasnya (Anonymous) daripada justru menunjukkan identitasnya dan membuat identitas kelompok yang kuat. Hal ini dapat dinilai secara negatif dan positif. Positifnya, partisipan jadi merasa bebas untuk berpendapat tanpa adanya perasaan didominasi dan takut didiskriminasi.
Sempat dilakukan penelitian kepada 81 anak sekolah yang dibagi ke dalam tiga grup (tatap muka, langsung, dan terkontrol) untuk membicarakan tentang kebijakan membawa senjata api ke sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah peningkatan pengetahuan politik, efikasi politik, dan partisipasi masyarakat baik secara tatap muka ataupun online. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat adanya kesetaraan, rasionalitas, refleksivitas, dan keteraturan dalam beropini.
Singkatnya, setelah penelitian dilakukan, terbukti bahwa jumlah siswa di grup deliberasi online yang pengetahuan politiknya meningkat hampir setara dengan siswa di grup deliberasi tatap muka. Demikian juga halnya dengan efikasi politik dan partisipasi mereka. Walau memang, angka di grup deliberasi tatap muka tetap lebih besar dibanding grup percobaan yang lainnya. Namun hal ini membuktikan bahwa deliberasi online juga bisa dijadikan pilihan dalam melakukan demokrasi.
Saya pribadi menyukai tipe demokrasi secara online, dan saya mendukung tipe demokrasi ini. Karena menurut saya, kecenderungan dominasi di deliberasi tatap muka lebih tinggi, dan keseringan yang dapat secara bebas mengutarakan pendapatnya hanya orang-orang berstatus yang sudah dikenal saja. Walau hal ini dibantah, namun pada prakteknya memang demikianlah realitas yang terjadi. Contohnya saja di Indonesia, ketidaksetaraan dalam penyampaian pendapat terlihat sangat jelas.
Lagipula, tak dapat kita pungkiri bahwa kebanyakan generasi jaman sekarang kurang menaruh minat pada politik. Coba saja di televisi ada tayangan yang membahas politik, kemungkinan besar tayangan tersebut langsung diganti ke tayangan yang lebih menghibur.
Karena itu, demokrasi deliberatif secara online menurut saya justru merupakan cara yang lebih efektif. Dengan demokrasi deliberatif online, walaupun berbasis teks, namun aspek kognitifnya lebih terasa dan tak menutup kemungkinan anak-anak muda jadi mau ikut berpartisipasi. Kebanyakan anak-anak muda sekarang lebih suka menggunakan internet sebagai media mencari hiburan dan informasi, dan mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggunakan internet. Jadi jika ada suatu wadah (misalnya blog atau forum) yang membahas tentang suatu kebijakan, besar kemungkinannya partisipasi mereka meningkat.
Demokrasi deliberatif online juga bisa membuat orang-orang secara bebas mengeluarkan opini mereka walau mereka bukan seseorang dengan status tinggi atau memiliki nama yang terkenal, sehingga akan banyak orang-orang dengan perpektifdan latang belakang yang berbeda berbagi opini. Menurut saya, deliberasi berbasis teks justru lebih memudahkan orang-orang yang berpatisipasi untuk lebih fokus dibandingkan tatap muka. Karena jika tatap muka, orang-orang bisa saja terganggu dengan suara berisik atau mungkin rasa kantuknya sendiri yang menyebabkan ia tidak konsentrasi dalam mendengarkan pendapat orang lain, sehingga ia melewatkan sebuah pilihan. Sedangkan dalam deliberasi berbasis teks, misalnya forum, orang-orang bisa membaca kembali opini partisipan lain berulang-ulang hingga mereka benar-benar memahaminya.
Namun segala hal memang selalu ada hal positif dan negatifnya, sehingga yang harus kita lakukan adalah mengusahakan yang terbaik dari segala pilihan kita. Antara demokrasi deliberasi tatap muka ataupun online, semuanya tergantung usaha dan motivasi per pribadi.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
http://www.lakpesdam.or.id/publikasi/79/demokrasi-deliberatif-teori-prinsip-dan-praktik
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1083-6101.2007.00377.x/full